-
Jakarta | BNRI NEWS
Bincang Ide menyelenggarakan diskusi publik dengan tema "After Jokowinomics: Kemana Indonesia Akan Melangkah?" Acara tersebut menghadirkan Sulfikar Amir (Acting Director, NTU Institute of Science & Technology for Humanity), Izzudin Al Farras Adha (Researcher at Institute for Development of Econimics and Finance) dan dimoderatori oleh Ridwan Akbar (Alumni Program CalegMuda.id). Diskusi yang dilaksanakan di Upnormal Coffee Roaster Raden Saleh, Jakarta Pusat yang dihadiri oleh sekitar 50 peserta. Jum'at (10/3)
Dalam diskusi tersebut, para pembicara menekankan bahwa di era kepemimpinan Joko Widodo identik dengan pembangunan infrastruktur yang masif serta bertumpu pada BUMN Karya. Namun, dalam pembangunan infrastruktur tersebut seringkali mengabaikan pemenuhan hak-hak masyarakat dan menciptakan kesenjangan yang lebih tinggi lagi. Pada masa Jokowinomics, terjadi peningkatan angka pengangguran dan semakin banyak angkatan kerja di sektor informal.
Selain itu, “rasio pajak (terhadap PDB) terus mengalami penurunan. Bahkan terendah dalam 20 tahun terakhir” ujar Izzuding Al Farras Adha. Bahkan disamping itu terkait dengan hutang, Farras menjelaskan “Belanja APBN, sekitar 1/3nya digunakan untuk pembayaran bunga hutang. Anggaran diluar pembayaran bunga hutang, kesehatan dan pendidikan hanya 40% dan harus digunakan untuk pembiayaan seperti infrastruktur, bantuan sosial dan lain lain.” Akibatnya, “Siapapun presiden terpilih nanti, akan menghadapi beban hutang yang besar. Ini adalah PR serius untuk presiden baru nanti.”
“Salah satu solusi pemerintahan Jokowi adalah dengan mendorong peningkatan investasi dengan harapan semakin tinggi investasi akan semakin banyak membuka lapangan pekerjaan formal. Namun realitanya, peningkatan investasi tidak berbanding lurus dengan pembukaan lapangan kerja” ujar Izzudin Al Farras Adha.
Menyoroti permasalahan tersebut, calon presiden selanjutnya memliki banyak PR untuk menyelesaikan hal-hal tersebut, konsep pembangunan ekonomi berkeadilan dibutuhkan untuk meningkatkan prodokutivitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Para narasumber berpendapat seorang calon presiden harus memiliki program pembangunan ekonomi berlandaskan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sesuai yang telah diamanatkan dalam Pancasila, sila kelima.
Untuk menjawab hal tersebut, Sulfikar Amir dalam paparannya menawarkan gagasan Aniesnomics yang bertumpu pada konsep Tumbuh Adil. Jika dalam Trickle Down Economic pertumbuhan didorong oleh mekanisme pull the top yakni kelompok perekonomian teratas didorong tumbuh dengan harapan dapat menarik kelompok-kelompok dibawahnya (yang didalamnya tidak banyak terjadi). Sedangkan dalam konsep Tumbuh Adil, pertumbuhan didorong oleh mekanisme push the bottom, yakni fokus menaikan taraf ekonomi kelompok masyarakat 30% terbawah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional secara merata dan adil.
“Konsep TumbuhAdil menekankan pada 5 pilar yakni; Perumahan, Pendidikan, Mobilitas, Pekerjaan, dan Kesehatan. Konsep tersebut akan mendorong 30% masyarakat menengah ke bawah Indonesia yang memiliki pendapatan $1.718 per kapita di dorong untuk ikut naik pendapatannya” jelas Sulfikar Amir.
Kesimpulannya, setelah era Jokowinomics pemimpin kedepan harus mengedepankan kebijakan ekonomi yang dapat mewujudkan keadilan universal, yakni menghadirkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
(Elin. H)