-
LAMPUNG | BNRI NEWS
Daerah Gunung balak terletak di antara Way Jepara, Sukadana, Labuhan maringgai dan Jabung di Lampung tengah (sekarang Lampung Timur). Gunung balak ditetapkan sebagai kawasan hutan register 38 melalui Besluit Residen No. 664 tahun 1935 dengan luas 19.680 Ha.
Kawasan hutan ini mulai dibuka penduduk pada tahun 1963 ketika itu beberapa orang tokoh organisasi barisan tani Indonesia (BTI) yang menjadi underbow partai komunis Indonesia (PKI) yaitu Karni, Karno, Djamal, Cokro dan Murdjito datang dan mulai membuka bagian timur kawasan hutan dan membuat calon perkampungan atau Umbulan.
Areal yang dibuka berada di bagian dalam hutan sedangkan bagian luarnya dibiarkan berhutan sebagai tabir sehingga tidak terlihat dari luar. selanjutnya puluhan penduduk sekitar diajak para tokoh BTI itu Untuk menggarap dan menempati sekitar 1200 Ha areal yang telah berhasil dibuka.
Pada tahun 1965 areal yang dibuka ini telah ditempati sekitar 2.560 orang terbagi kedalam 4 wilayah yaitu berdikari blok I,II,III dan IV pada masa terjadi pemberontakan PKI di tahun itu.
8 tokoh BTI setempat ditangkap oleh militer 2 diantaranya yaitu Midjo dan murdjito mati dalam perjalanan sementara yang lain ditahan oleh aparat pemerintah dan keamanan setempat. warga lain yang terlibat PKI tidak ditangkap tetapi hanya diwajibkan melapor seminggu sekali.
Warga yang tidak terlibat PKI tetap diperbolehkan menggarap lahan hutan yang telah ditebangi, tetapi tidak diperbolehkan menebang dan membuka hutan lagi.
Tahun 1966 nama-nama umbulan berdikari diganti blok I menjadi dukuh atau Dusun srikaton blok II menjadi srimulyo blok III menjadi srikaloko dan blok 4 menjadi sriwidodo.
Pedukuhan pedukuhan ini kemudian dikenal sebagai empat Sri secara administrasi dalam wilayah Desa sadar Sriwijaya Kecamatan Labuhan maringgai pada tahun 1966 penduduk 4 Sri memperoleh izin membuka hutan untuk usaha tani dari Dinas Kehutanan tingkat I Lampung dengan kepala dinasnya saat itu Ir. TML Tobing. sejak saat itu wilayah 4 Sri berkembang tabir hutan sebagian luar perkampungan dibuka dan penduduk baru terus berdatangan hingga tahun 1971 penduduk sudah lebih dari 12000 jiwa sekitar 2300 orang menurut pihak militer setempat dinyatakan sebagai Ex BTI Atau PKI. Tindakan pengamanan terhadap mereka berupa penangkapan penahanan dan pengawasan khusus masih seringkali dilakukan di antaranya terdapat pula anggota BTI
Masih di tahun 1966 Dinas Kehutanan tingkat 1 Lampung kembali mengeluarkan Izin Untuk menggarap kawasan hutan di lokasi yang berdekatan dengan 4 Sri kemudian berkembang menjadi Desa Bandar Agung. pada tahun 1968 gunung balak panen raya hasil panen jagung kedelai dan padi melimpah padahal daerah-daerah lain mengalami paceklik karenanya semakin banyak penduduk luar yang bermukim dan menggarap lahan usaha tani yang didapat dengan cara membeli atau membuka hutan.
Tahun 1969, bagian selatan kawasan hutan gunung balak juga mulai dibuka pembukaan hutan ini dikoordinir oleh kantor veteran Metro dipimpin Rivai Akil dan Subandi yang juga memperoleh ijin tebang dari Dinas Kehutanan tingkat I Lampung ketika itu dengan Ir. Rochimat G, menjabat Kepala Dinas areal yang dibuka kemudian berkembang menjadi 4 pedukuhan yaitu Bandung Jaya, Ogan Jaya, Sidodadi dan Sidorejo. Tahun 1969 ini Kepala Dinas Kehutanan tingkat 1 Lampung memberikan izin terbang kepada T. Khapi pengusaha kayu veteran asal Bandung Jawa Barat yang datang di empat Sri setahun sebelumnya.
Areal izin tambang ini termasuk ke dalam pedukuhan Bandung Jaya seluas 3.624 ha lahan bekas tebangan ini oleh T. Khapi kemudian dibagikan kepada warga lain yang membelinya atau memberi ganti rugi. akibat tindakan ini T. Khapi diajukan ke Pengadilan Negeri Metro dengan tuduhan merusak hutan namun setelah 2 tahun di tahanan ia dibebaskan.
Tahun 1971 kembali Dinas Kehutanan tingkat I Lampung memberikan izin membuka hutan seluas 500 ha untuk jangka waktu 5 tahun terletak di kawasan Barat hutan gunung balak karena Yayasan badan kerja tani Yabhakti areal ini kemudian berkembang menjadi unggulan pedukuhan yang diberi nama Yabhakti
Di pedukuhan Yabhakti ini ternyata sudah ada pula 500 kepala keluarga (KK) penduduk lain yang membeli lahan dari M. Basri Seorang warga asli Sukadana yang bergelar Sultan kencana. Sultan kencana mengklaim mewarisi tanah adat seluas 3500 hektar termasuk 500 hektar lahan oleh Dinas Kehutanan diserahkan kepada warga Yabhakti itu. terjadilah konflik antara Sultan kencana, warga Yabhakti dan Dinas Kehutanan.
(Tobing Aprizal)