-
Jakarta | BNRI NEWS
Acara Hari Perkebunan ke 64 di
Departemen Pertanian Gedung F, Jalan R.M Harsono No. 3, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 16 dan 17 Desember 2021.
Perkebunan merupakan penyumbang utama devisa sektor pertanian. Tahun 2020 ekspor pertanian mencapai Rp451,8 triliun. Penyumbang terbesar adalah subsektor perkebunan yaitu 94%. Komoditasnya yang paling besar adalah kelapa sawit.
“Sebagai orang perkebunan kita bangga dengan capaian ini. Tidak ada yang tidak bangga dengan ekspor perkebunan. Tetapi disisi lain harus berpikir keras lagi. Setelah sawit apa lagi yang harus didorong supaya bisa sehebat sawit. Apakah karet, kakao, kopi, kelapa ,” kata Plt Dirjen Perkebunan, Ali Jamil pada peringatan Hari Perkebunan yang dilaksanakan Media Perkebunan dengan tema Pemulihan Ekonomi Perkebunan Pasca Pandemi, Jum'at di Jakarta.
Sawit bisa seperti sekarang bukan serta merta karena sudah dikembangkan secara komersial sejak tahun 1910, sudah seratus sebelas tahun, Lewat kebijakan pemerintah periode-periode sebelumya seperti kebijakan PBSN, PIR dan lain-lain generasi sekarang menikmati kejayaan sawit.
Komoditas perkebunan lain perlu didorong. Kakao misalnya dengan luas tanaman 1.5 juta Ha saat ini Indonesia produsen nomor 3 di dunia. “Posisi nomor 3 dengan luas sebesar itu tidak membanggakan. Produktivitas kita masih jauh lebih rendah dibanding negara lain,” katanya.
Ali Jamil minta semua stake holder menyusun road map pengembangan komoditas perkebunan sehingga bisa menyamai kelapa sawit. Hal ini tidak bisa diserahkan begitu saja pada Kementan, perlu pemikiran dan masukan serta aksi dari komponen masyarakat lain.
Kelapa misalnya, sudah dari zaman dulu Indonesia adalah eksportir kopra. Demikian juga santan, tepung kelapa dan arang batok kelapa. Dengan luas 3,6 juta Ha ternyata sekarang produktivitasnya semakin menurun. Ekspornya harus diubah bukan kopra dan kelapa bulat terus. Kementan sudah membina UKM pengolah kelapa dan saat ini mereka sudah mengekspor 12-15 produk kelapa.
Salah satu faktor sawit menjadi besar adalah banyak perusahaan besar yang terlibat. Sedang di komoditas lain relatif tidak ada atau sedikit. Kalaupun ada yang besar tidak sebesar sawit. Sedang pembiayaan APBN jelas sangat tidak cukup untuk pengembangan komoditas perkebunan non sawit.
“Pemerintah sudah punya program KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk membiayai pertanian. Dari alokasi Rp 70 triliun tahun ini realisasi Rp 83 triliun, perkebunan terbesar Rp 30 triliun. Saya minta semua stake holder untuk ikut serta supaya KUR ini semakin banyak diserap untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas kopi, kakao, kelapa masih menjadi tantangan untuk ditingkatkan,” katanya.
Ekspor tahun 2020 nilainya meningkat tetapi volumenya menurun. Artinya memang harga komoditas naik, tetapi ada masalah di produksi. “Untung harganya naik sehingga kita masih tertolong. Masih ada masalah produktivitas yang harus diselesaikan,” kata Ali lagi.
Adanya program Peremajaan Sawit Rakyat dengan dana BPDPKS memberi kemudahan petani untuk meremajakan kebunnya. Tetapi bukan sawit saja yang perlu peremajaan. Kelapa, kopi, kakao, karet juga perlu peremajaan. Harus dibuat cara yang memudahkan petani melakukan peremajaan.
(Elin H)