• Jelajahi

    Copyright © BNRI NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menyoal Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers dalam Menyusun Peraturan

    Redaksi
    Senin, 30 Agustus 2021, 17:32 WIB Last Updated 2021-08-30T10:32:47Z
    -
    -




    JAKARTA | BNRI NEWS


    Fungsi Dewan Pers dalam Menyusun berbagai peraturan di bidang pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021. Ketiga orang tersebut, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso.

    Pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji secara materiil, yakni:

    Pasal 15 ayat (2) UU Pers yang menyatakan:

    Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.”

    Pasal 15 ayat (5) UU Pers yang menyatakan:

    Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”

    Dalam sidang pendahuluan yang digelar secara daring, pada Rabu (25/8/2021), Panel Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat tersebut mendengarkan pokok-pokok permohonan yang disampaikan oleh kuasa hukum Para Pemohon,Vincent Suriadinata. Ia menyampaikan bahwa terdapat ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU Pers telah merugikan hak konstitusional para Pemohon. Pemohon yang memiliki perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen  serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai Pemohon menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independent juga terhalangi.

    Vincent menyebut para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.

    “Keputusan Pimpinan Sidang Pleno Pers Indonesia 2019 tersebut tidak mendapatkan kepastian hukum dan keadilan karena tidak mendapatkan tanggapan atau respon dari Presiden karena hasil pemilihan Anggota Dewan Pers Indonesia tidak juga ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Padahal seharusnya legitimasi keanggotaan Dewan Pers yang independen adalah yang berasal dari keputusan bersama pimpinan organisasi-organisasi pers yang independen,” ujar Vincent di hadapan sidang panel yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Y.P. Foekh tersebut

    Selain itu, Vincent menyampaikan, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali. Hal ini karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab, lanjutnya, dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers. Sehingga keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU 40/1999 bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar Demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

    Oleh karena itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers”. Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 15 ayat (5) Pers bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Keputusan Presiden bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers yang demokratis”.

    Nasihat Hakim

    Menanggapi permohonan yang disampaikan para pemohon, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul memberikan nasihat kepada para Pemohon untuk memperjelas identitasnya. Selain itu,  dalam kewenangan MK perlu dilengkapi pasal 24C ayat (2) agar terlihat keberadaan MK dalam menguji UUD.

    Sedangkan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan para Pemohon untuk memperbaiki kedudukan hukum dan melampirkan bukti putusan kongres agar menjadi lebih kuat.

    “Apakah Pemohon ingin sebagai warga negara saja atau mungkin pemohon selama ini penggiat di organisasi pers misalnya atau sebagai wartawan untuk bisa memperkuat kedudukan hukumnya nanti karena dalam uraian sini misalnya terkait dengan kongres itu putusannya sudah ada tetapi belum ada tindaklanjut presiden,  SK dan sebagainya. Nah ini untuk memperkuat itu apakah bisa melampirkan kepengurusan sebelum kongres 2019,” ujar Daniel.

    Hal yang sama dikatakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Ia menyarankan para Pemohon untuk memperkuat kedudukan hukum. “Kenapa harus diperkuat legal standing-nya? Karena itu merupakan pintu masuk untuk bisa diperiksa pokok permohonan itu harus legal standing-nya memenuhi.  Kalau pembacaan saya sedikit agak berbeda. Pembacaan saya, Pemohon ini inginnya bukan organisasi, tetapi perorangan yang menjadi Pemohon. Jadi legal standing itu subyek Pemohonnya siapa,” tanya Arief.

    Sebelum menutup persidangan, Panel Hakim mengatakan bahwa para Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Permohonan diterima Kepaniteraan MK paling lambat Selasa, 7 September 2021. 


    (Red/ES)


    Sumber : Humas MK RI

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini